Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, Indonesia. Ibukota terletak di Surabaya. Luas wilayahnya 47.922 km², dan jumlah penduduknya 37.476.757 jiwa (2010).
Jawa Timur memiliki wilayah terluas di antara 6 provinsi di Pulau Jawa,
dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Provinsi Jawa Tengah di barat. Wilayah Jawa Timur juga meliputi Pulau Madura, Pulau Bawean, Pulau Kangean serta sejumlah pulau-pulau kecil di Laut Jawa dan Samudera Hindia(Pulau Sempu dan Nusa Barung).
Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki
signifikansi perekonomian yang cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85%
terhadap Produk Domestik Bruto nasional.
Prasejarah
Jawa Timur telah dihuni manusia sejak zaman prasejarah. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya sisa-sisa dari fosil Pithecantrhropus mojokertensis di Kepuhlagen-Mojokerto,Pithecanthropus erectus di Trinil-Ngawi, dan Homo wajakensis di Wajak-Tulungagung.
Suku bangsa
Mayoritas penduduk Jawa Timur adalah Suku Jawa, namun demikian, etnisitas di Jawa Timur lebih heterogen. Suku Jawa menyebar hampir di seluruh wilayah Jawa Timur daratan. Suku Maduramendiami di Pulau Madura dan daerah Tapal Kuda (Jawa
Timur bagian timur), terutama di daerah pesisir utara dan selatan. Di
sejumlah kawasan Tapal Kuda, Suku Madura bahkan merupakan mayoritas.
Hampir di seluruh kota di Jawa Timur terdapat minoritas Suku Madura,
umumnya mereka bekerja di sektor informal.
Suku Tengger, konon adalah keturunan pelarian Kerajaan Majapahit, tersebar di Pegunungan Tengger dan sekitarnya. Suku Osing tinggal di sebagian wilayah Kabupaten Banyuwangi. Orang Samin tinggal di sebagian pedalaman Kabupaten Bojonegoro.
Selain penduduk asli, Jawa Timur juga merupakan tempat tinggal bagi para pendatang. Orang Tionghoa adalah minoritas yang cukup signifikan dan mayoritas di beberapa tempat, diikuti denganArab; mereka umumnya tinggal di daerah perkotaan. Suku Bali juga
tinggal di sejumlah desa di Kabupaten Banyuwangi. Dewasa ini banyak
ekspatriat tinggal di Jawa Timur, terutama di Surabaya dan sejumlah
kawasan industri lainnya.
Bahasa
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang berlaku secara nasional, namun demikian Bahasa Jawa dituturkan
oleh sebagian besar Suku Jawa. Bahasa Jawa yang dituturkan di Jawa
Timur memiliki beberapa dialek/logat. Di daerah Mataraman
(eks-Karesidenan Madiun dan Kediri), Bahasa Jawa yang dituturkan hampir
sama dengan Bahasa Jawa Tengahan (Bahasa Jawa Solo-an). Di daerah
pesisir utara bagian barat (Tuban dan Bojonegoro), dialek Bahasa Jawa
yang dituturkan mirip dengan yang dituturkan di daerah Blora-Rembang di
Jawa Tengah.
Dialek Bahasa Jawa di bagian tengah dan timur dikenal dengan Bahasa Jawa Timuran,
yang dianggap bukan Bahasa Jawa baku. Ciri khas Bahasa Jawa Timuran
adalah egaliter, blak-blakan, dan seringkali mengabaikan tingkatan
bahasa layaknya Bahasa Jawa Baku, sehingga bahasa ini terkesan kasar. Namun demikian, penutur bahasa ini dikenal cukup fanatik dan bangga dengan bahasanya, bahkan merasa lebih akrab. Bahasa Jawa Dialek Surabaya dikenal dengan Boso Suroboyoan.
Dialek Bahasa Jawa di Malang umumnya hampir sama dengan Dialek
Surabaya. Dibanding dengan bahasa Jawa dialek Mataraman (Ngawi sampai
Kediri), bahasa dialek malang termasuk bahasa kasar dengan intonasi yang
relatif tinggi. Sebagai contoh, kata makan, jika dalam dialek Mataraman
diucapkan dengan 'maem' atau 'dhahar', dalam dialek Malangan diucapkan
'mangan'. Salah satu ciri khas yang membedakan antara bahasa arek
Surabaya dengan arek Malang adalah penggunaan bahasa terbalik yang lazim
dipakai oleh arek-arek Malang. Bahasa terbalik Malangan sering juga
disebut sebagai bahasa walikan atau osob kiwalan. Berdasarkan
penelitian Sugeng Pujileksono (2007), kosa kata (vocabulary) bahasa
walikan Malangan telah mencapai lebih dari 250 kata. Mulai dari kata
benda, kata kerja, kata sifat. Kata-kata tersebut lebih banyak diserap
dari bahasa Jawa, Indonesia, sebagian kecil diserap dari bahasa Arab,
Cina dan Inggris. Beberapa kata yang diucapkan terbalik, misalnya mobil diucapkan libom, dan polisidiucapkan silup.
Produksi bahasa walikan Malangan semakin berkembang pesat seiring
dengan munculnya supporter kesebelasan Arema (kini Arema Indonesia)yang
sering disebut Aremania. Bahasa-bahasa walikan banyak yang tercipta dari
istilah-istilah di kalangan supporter. Seperti retropus elite atau supporter elit. Otruham untuk
menyebut supporter dari wilayah Muharto. Saat ini Bahasa Jawa merupakan
salah satu mata pelajaran muatan lokal yang diajarkan di
sekolah-sekolah dari tingkat SD hingga SLTA.
Bahasa Madura dituturkan
oleh Suku Madura di Madura maupun di mana pun mereka tinggal. Bahasa
Madura juga dikenal tingkatan bahasa seperti halnya Bahasa Jawa, yaitu enja-iya (bahasa kasar), engghi-enten (bahasa tengahan), dan engghi-bhunten (bahasa
halus). Dialek Sumenep dipandang sebagai dialek yang paling halus,
sehingga dijadikan bahasa standar yang diajarkan di sekolah. Di daerah
Tapal Kuda, sebagian penduduk menuturkan dalam dua bahasa: Bahasa Jawa
dan Bahasa Madura. Kawasan kepulauan di sebelah timur Pulau Madura
menggunakan Bahasa Madura dengan dialek tersendiri, bahkan dalam
beberapa hal tidak dimengerti oleh penutur Bahasa Madura di Pulau Madura
(mutually unintellegible).
Suku Osing di Banyuwangi menuturkan Bahasa Osing. Bahasa Tengger, bahasa sehari-hari yang digunakan oleh Suku Tengger, dianggap lebih dekat dengan Bahasa Jawa Kuna.
Penggunaan bahasa daerah kini mulai dipromosikan kembali. Sejumlah
stasiun televisi lokal kembali menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa
pengantar pada beberapa acaranya, terutama berita dan talk show,
misalnya JTV memiliki program berita menggunakan Boso Suroboyoan, Bahasa Madura, dan Bahasa Jawa Tengahan.
Agama
Mayoritas suku Jawa umumnya menganut agama Islam, sebagian kecil lainnya menganut agama Kristen dan Katolik, dan ada pula yang menganut Hindu dan Buddha. Sebagian orang Jawa juga masih memegang teguh kepercayaan Kejawen.
Agama Islam sangatlah kuat dalam memberi pengaruh pada Suku Madura.
Suku Osing umumnya beragama Islam dan Hindu. Sedangkan mayoritas Suku
Tengger menganut agama Hindu.
Orang Tionghoa umumnya menganut Konghucu, meski ada pula sebagian yang menganut Buddha, Kristen, dan Katolik; bahkan Masjid Cheng Ho di Surabaya dikelola oleh orang Tionghoa dan memiliki arsitektur layaknya kelenteng.
Kesenian
Jawa Timur memiliki sejumlah kesenian khas. Ludruk merupakan salah satu kesenian Jawa Timuran yang
cukup terkenal, yakni seni panggung yang umumnya seluruh pemainnya
adalah laki-laki. Berbeda dengan ketoprak yang menceritakan kehidupan
istana, ludruk menceritakan kehidupan sehari-hari rakyat jelata, yang
seringkali dibumbui dengan humor dan kritik sosial, dan umumnya dibuka
dengan Tari Remo dan parikan.
Saat ini kelompok ludruk tradisional dapat dijumpai di daerah Surabaya,
Mojokerto, dan Jombang; meski keberadaannya semakin dikalahkan dengan
modernisasi.
Reog yang sempat diklaim sebagai tarian dari Malaysia merupakan kesenian khas Ponorogo yang telah dipatenkan sejak tahun 2001, reog kini juga menjadi icon kesenian Jawa Timur. Pementasan reog disertai dengan jaran kepang (kuda lumping)
yang disertai unsur-unsur gaib. Seni terkenal Jawa Timur lainnya antara
lain wayang kulit purwa gaya Jawa Timuran, topeng dalang di Madura,
dan besutan. Di daerah Mataraman, kesenian Jawa Tengahan seperti ketoprak dan wayang kulit cukup populer. Legenda terkenal dari Jawa Timur antara lain Damarwulan, Angling Darma, dan Sarip Tambak-Oso.
Seni tari tradisional di Jawa Timur secara umum dapat dikelompokkan
dalam gaya Jawa Tengahan, gaya Jawa Timuran, tarian Jawa gaya Osing, dan
trian gaya Madura. Seni tari klasik antara lain tari gambyong, tari
srimpi, tari bondan, dan kelana.
Terdapat pula kebudayaan semacam barong sai di Jawa Timur. Kesenian itu
ada di dua kabupaten yaitu, Bondowoso dan Jember. Singo Wulung adalah
kebudayaan khas Bondowoso. Sedangkan Jember memiliki macan kadhuk. Kedua
kesenian itu sudah jarang ditemui.
Budaya dan adat istiadat
Kebudayaan dan adat istiadat Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat
menerima banyak pengaruh dari Jawa Tengahan, sehingga kawasan ini
dikenal sebagai Mataraman; menunjukkan bahwa kawasan tersebut dulunya merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Mataram.
Daerah tersebut meliputi eks-Karesidenan Madiun (Madiun, Ngawi,
Magetan, Ponorogo, Pacitan), eks-Karesidenan Kediri (Kediri,
Tulungagung, Blitar, Trenggalek) dan sebagian Bojonegoro. Seperti halnya
di Jawa Tengah, wayang kulit dan ketoprak cukup populer di kawasan ini.
Kawasan pesisir barat Jawa Timur banyak dipengaruhi oleh kebudayaan
Islam. Kawasan ini mencakup wilayah Tuban, Lamongan, dan Gresik. Dahulu
pesisir utara Jawa Timur merupakan daerah masuknya dan pusat
perkembangan agama Islam. Lima dari sembilan anggota walisongo dimakamkan di kawasan ini.
Di kawasan eks-Karesidenan Surabaya (termasuk Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang) dan Malang, memiliki sedikit pengaruh budaya Mataraman, mengingat kawasan ini cukup jauh dari pusat kebudayaan Jawa: Surakarta dan Yogyakarta.
Adat istiadat di kawasan Tapal Kuda banyak dipengaruhi oleh budaya
Madura, mengingat besarnya populasi Suku Madura di kawasan ini. Adat
istiadat masyarakat Osing merupakan perpaduan budaya Jawa, Madura, dan
Bali. Sementara adat istiadat Suku Tengger banyak dipengaruhi oleh
budaya Hindu.
Masyarakat desa di Jawa Timur, seperti halnya di Jawa Tengah, memiliki
ikatan yang berdasarkan persahabatan dan teritorial. Berbagai upacara
adat yang diselenggarakan antara lain: tingkepan(upacara usia kehamilan tujuh bulan bagi anak pertama), babaran (upacara menjelang lahirnya bayi), sepasaran (upacara setelah bayi berusia lima hari), pitonan (upacara setelah bayi berusia tujuh bulan), sunatan, pacangan.
Rumah Adat Jawa Timur
Rumah adat Jawa Timur Joglo dasar filosofi dan arsitekturnya sama dengan rumah adat di Jawa Tengah Joglo. Rumah adat Joglo di Jawa Timur masih dapat kita temui banyak di daerah Ponorogo. Pengaruh Agama Islam yang berbaur dengan kepercayaan animisme, agama Hindu dan Budha masih mengakar kuat dan itu sangat berpengaruh dalam arsitekturnya yang kentara dengan filsafat sikretismenya.
Rumah Joglo umumnya terbuat dari kayu Jati. Sebutan Joglo mengacu pada bentuk atapnya, mengambil stilasi bentuk sebuah gunung. Stilasi bentuk gunung bertujuan untuk pengambilan filosofi yang terkandung di dalamnya dan diberi nama atap Tajug, tapi untuk rumah hunian atau sebagai tempat tinggal, atapnya terdiri dari 2 tajug yang disebut atapJoglo/Juglo / Tajug Loro.
Dalam kehidupan orang Jawa gunung merupakan sesuatu yang tinggi dan
disakralkan dan banyak dituangkan kedalam berbagai simbol, khususnya
untuk simbol-simbol yang berkenaan dengan sesuatu yang magis atau
mistis. Hal ini karena adanya pengaruh kuat keyakinan bahwa gunung atau
tempat yang tinggi adalah tempat yang dianggap suci dan tempat tinggal
para Dewa.
Pengaruh kepercayaan animisme, Hindu dan
Budha masih sangat kental mempengaruhi bentuk dan tata ruang rumah Joglo
tersebut contohnya:
Dalam rumah adat Joglo, umumnya sebelum memasuki ruang induk kita akan melewati sebuah pintu yang memiliki hiasan sulur gelung ataumakara. Hiasan
ini ditujukan untuk tolak balak, menolak maksud – maksud jahat dari
luar hal ini masih dipengaruhi oleh kepercayaan animisme.
Kamar tengah merupakan kamar sakral. Dalam kamar ini pemiliki rumah
biasanya menyediakan tempat tisur atau katil yang dilengkapi dengan
bantal guling, cermin dan sisir dari tanduk. Umumnya juga dilengkapi
dengan lampu yang menyala siang dan malam yang berfungsi sebagai pelita,
serta ukiran yang memiliki makna sebagai pendidikan rohani, hal ini
masih dalam pengaruh ajaran Hindu dan Budha.
Untuk rumah Joglo yang terletak di pesisir pantai utara seperti Tuban,
Gresik dan Lamongan unsur-unsur di atas di tiadakan karena pengaruh
Islam masuk. Melalui akultrasi budaya jawa yang harmoni, penyebaran
Islam berbaur harmonis dengan budaya dan adat istiadat kepercayaan
animisme, Hindu dan Budha. Islam pun mulai menjalar ke berbagai daerah
di Jawa Timur, seperti di Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan,
Kediri, Tulungagung, Blitar, Trenggalek, dan sebagian Bojonegoro,
sedangkan kota-kota di bagian barat Jawa timur memiliki kemiripan rumah adat Jawa Tengah, terutama Surakarta dan Yogyakarta yang disebut sebagai kota pusat peradaban Jawa.
Rumah Joglo juga menyiratkan kepercayaan kejawen masyarakat Jawa yang
berdasarkan sinkretisme. Keharmonisan hubungan antara manusia dan
sesamanya (“kawulo” dan “gusti”), serta hubungan antara manusia dengan
lingkungan alam di sekitarnya (“microcosmos” dan “macrocosmos”),
tecermin pada tata bangunan yang menyusun rumah joglo. Baik itu pada
pondasi, jumlah saka guru (tiang utama), bebatur (tanah yang diratakan
dan lebih tinggi dari tanah disekelilingnya), dan beragam ornamen
penyusun rumah joglo.
Rumah Joglo mempunyai banyak jenis seperti
- Joglo Lawakan
- Joglo Sinom
- Joglo Jompongan
- Joglo Pangrawit
- Joglo Mangkurat
Arsitektur rumah Joglo menyiratkan pesan-pesan kehidupan manusia
terhadap kebutuhan “papan”. Bahwa rumah bukankah sekadar tempat
berteduh, tapi ia juga merupakan “perluasan” dari diri manusia itu
sendiri. Berbaur harmoni dengan alam di sekitarnya. Rumah Joglo pada
umumnya sama pada bentuk global dan tata ruangnya.
Indonesia adalah salah satu negara-bangsa
di dunia yang paling beragam. Negara kepulauan terbesar di dunia ini terdiri
dari lebih 13 ribu pulau besar dan kecil, terentang dari timur sampai barat
dengan jarak lebih dari 5 ribu kilometer, terbentang di tiga wilayah waktu.
Berpenduduk lebih dari 220 juta, Indonesia menjadi negara keempat terbanyak
penduduknya setelah China, India dan Amerika Serikat. Keragaman itu paling
tampak pada kenyataan bahwa di Indonesia terdapat lebih dari 200 etnis yang
berbeda, dengan ratusan bahasa daerah yang masing-masing berbeda pula
pembendaharaan katanya.
Proses terjadinya Indonesia sebagai bangsa
pastilah melalui proses panjang. Keragaman komposisi yang ada di dalamnya hanya
mungkin direkatkan oleh pengalaman historis yang mendalam dan relative merata.
Interaksi sosial, ekonomi maupun politik sejak masa prakolonial maupun
penjajahan Belanda dan Jepang memiliki sumbangan besar dalam menumbuhkan rasa
kebersamaan. Ibarat sebuah perkawinan, ikatan keluarga diawali dengan
kesepakatan membangun masa depan atas rasa saling mencintai yang jauh dari
sekedar kalkulasi rasional (baik ekonomi maupun politik) atau paksaan. Namun
bersatunya berbagai elemen dalam "keluarga bangsa" juga disertai
harapan atau bahkan impian romantik tentang kehidupan yang indah di masa
mendatang.
Sebelum membahas mengenai “ Pembinaan Kebangsaan
Indonesia” kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu Pembinaan. Pengertian
Pembinaan Menurut Psikologi. Pembinaan dapat diartikan sebagai upaya memelihara
dan membawa suatu keadaan yang seharusnya terjadi atau menjaga keadaan
sebagaimana seharusnya. Dalam manajemen pendidikan luar sekolah,pembinaan
dilakukan dengan maksud agar kegiatan atau program yang sedang dilaksanakan
selalu sesuai dengan rencana atau tidak menyimpang dari hal yang telah
direncanakan.
Pembinaan menurut para ahli yaitu:
· Poerwadarmita
1987
Pembinaan adalah suatu usaha, tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna berhasil guna untuk memperoleh
hasil yang lebih baik.
· Menurut
Thoha (1989)
Pembinaan adalah suatu proses, hasil atau
pertanyaan menjadi lebih baik, dalam hal ini mewujudkan adanya perubahan,
kemajuan, peningkatan, pertumbuhan, evaluasi atau berbagai kemungkinan atas
sesuatu.
· Menurut
Widjaja (1988)
Pembinaan adalah suatu proses atau
pengembangan yang mencakup urutan – urutan pengertian, diawali dengan
mendirikan membutuhkan memellihara pertumbuhan tersebut yang disertai usaha –
usaha perbaikan, menyempurnakan dan mengembangkannya.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa pembinaan dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu
berasal dari sudut pembaharuan dan berasal dari sudut pengawasan. Pembinaan
yang berasal dari sudut pembaharuan yaitu mengubah sesuatu menjadi yang baru
dan memiliki nilai-nilai lebih baik bagi kehidupan masa yang akan datang. Sedangkan
pembinaan yang berasal dari sudut pengawasan yaitu usaha untuk membuat sesuatu
lebih sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan. Setelah semua pengertian
pembinaan tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa “pembinaan Kebangsaan
Indonesia” adalah suatu sistem yang dibentuk untuk mengubah keadaan yang telah
ada , dimana keadaan ini berubah kearah yang lebih baik. Dengan adanya
pembinaan kebangsaan ini diharapkan bahwa seluruh bangsa Indonesia dapat
bersaing dengan Negara-negara lain.
Sekarang ini setelah 62 tahun merdeka,
harus diakui bahwa bangsa Indonesia telah mengalami berbagai dinamika proses
transformasi karakter bangsa. Dalam kurun waktu tersebut telah cukup banyak
dicapai berbagai hasil pembangunan walaupun harus diakui masih banyak beberapa
kekurangan yang perlu ditingkatkan pencapaiannya khususnya terkait dengan
kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat.
Bangsa kita saat ini dihadapkan pada
sejumlah paradoks terkait dengan pembangunan karakter bangsa. Di satu pihak,
pembangunan bangsa ini telah mencatat sejumlah prestasi, seperti pertumbuhan
ekonomi yang membaik dan hampir mencapai target 6% di tahun 2007 ini, kuota
ekspor yang terus meningkat, cadangan devisa yang semakin besar dan jumlah
penduduk miskin juga telah semakin berkurang. Namun di pihak lain, kita masih
menghadapi sejumlah fenomena seperti kasus korupsi, saling memfitnah dalam
kehidupan bernegara dan sejumlah ekses lain yang tidak mencerminkan sifat-sifat
karakter unggul yang telah pernah dicontohkan oleh para pendiri bangsa ini.
Oleh karena itu merombak tatanan suatu
bangsa di era globalisasi tidak cukup hanya dengan menjadikan masyarakat bangsa
tersebut berada dalam tatanan pola kehidupan demokratis yang menghilangkan
batas etnis, pluralitas budaya dan heterogenitas politik, akan tetapi di
era knowledge based economy dituntut adanya hal yang lebih dari itu,
yakni suatu tatanan masyarakat demokratis yang terus melakukan pembelajaran
atau learning society dalam upaya untuk mencapai suatu peningkatan
kapasitas pengetahuan yang kontinyu sehingga akan terbentuk suatu masyarakat
madani yang berdaya saing ataucompetitive civil society. Inilah bentuk
masyarakat yang mendukung untuk tercapainya kemandirian dan peningkatan
martabat bangsa.
1. Faham kebangsaan, rasa kebangsaan, dan semangat kebangsaan
Dengan paham kebangsaanlah kita bisa
merasakan semangat “semua buat semua”. Dengan paham kebangsaan, kita menjadi
memiliki kesetaraan di depan hukum dan pemerintahan (equality before the law)
tanpa harus mengalami diskriminasi lantaran perbedaan latar belakang primordial
atau ikatan sempit seperti suku, agama, ras, atau kedaerahan. Di sini
kebangsaan bukan sesuatu yang menegasikan keberagaman kita sebagai bangsa,
namun justru mengayomi keserbamajemukan itu ke dalam wadah yang satu: yakni bangsa
Indonesia.
Rasa Kebangsaan
Rasa kebangsaan adalah salah satu bentuk
rasa cinta yang melahirkan jiwa kebersamaan pemiliknya. Untuk satu tujuan yang
sama, mereka membentuk lagu, bendera, dan lambang. Untuk lagu ditimpali dengan
genderang yang berpengaruh dan trompet yang mendayu-dayu sehingga lahirlah
berbagai rasa. Untuk bendera dan lambang dibuat bentuk serta warna yang menjadi
cermin budaya bangsa sehingga menimbulkan pembelaan yang besar dari pemiliknya.
Dalam kebangsaan kita mengenal adanya ras,
bahasa, agama, batas wilayah, budaya dan lain-lain. Tetapi ada pula negara dan
bangsa yang terbentuk sendiri dari berbagai ras, bahasa, agama, serta budaya.
Rasa kebangsaan sebenarnya merupakan sublimasi dari Sumpah Pemuda yang
menyatukan tekad menjadi bangsa yang kuat, dihormati, dan disegani di antara
bangsa-bangsa di dunia.
Wawasan Nusantara dalam kehidupan nasional
yang mencakup kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan
harus tercermin dalam pola pikir, pola sikap, serta pola tindak yang senantiasa
mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI )
di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Wawasan Nusantara menjadi nilai yang
menjiwai segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada setiap strata
di seluruh wilayah negara, sehingga menggambarkan sikap dan prilaku, paham,
serta semangat kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi merupakan identitas
atau jati diri bangsa Indonesia.
Ikatan niai-nilai kebangsaan yang selama
ini terpatri kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia yang merupakan
pengejawantahan dari rasa cinta tanah air, bela negara, serta semangat
patriotisme bangsa mulai luntur dan longgar bahkan hampir sirna. Nilai-nilai
budaya gotong royong, kesediaan untuk saling menghargai, dan saling menghormati
perbedaan, serta kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa yang dahulu
melekat kuat dalam sanubari masyarakat yang dikenal dengan semangat
kebangsaannya sangat kental terasa makin menipis.
Semangat Kebangsaan
Pengertian semangat kebangsaan atau
nasionalisme, merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham
kebangsaan. Dengan semangat kebangsaan yang tinggi, kekhawatiran akan
terjadinya ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan dapat dielakkan.
Dari semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat
rela berkorban, dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Rasa kesetiakawanan
sosial akan mempertebal semangat kebangsaan suatu bangsa. Semangat rela
berkorban adalah kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang besar atau
demi negara dan bangsa telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk merdeka. Bagi
bangsa yang ingin maju dalam mencapai tujuannya, selain memiliki semangat rela
berkorban, juga harus didukung dengan jiwa patriotik yang tinggi. Jiwa patriotik
akan melekat pada diri seseorang, manakala orang tersebut tahu untuk apa mereka
berkorban.
2. Pengertian wawasan kebangsaan
Istilah wawasan kebangsaan terdiri dari
dua suku kata yaitu “wawasan” dan “kebangsaan” dan secara etimologi istilah
wawasan berarti hasil mewawas, tinjauan, pandangan dan dapat juga berarti
konsepsi cara pandang (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989 dalam Suhady 2006:
18). Wawasan kebangsaan dapat juga diartikan sebagai sudut pandang / cara
memandang yang mengandung kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk
memahami keberadaan jati diri sebagai suatu bangsa dalam memandang diri dan
bertingkah laku sesuai falsafah hidup bangsa dalam lingkungan internal dan
lingkungan eksternal. Wawasan kebangsaan menentukan cara suatu bangsa mendayagunakan
kondisi geografis negara, sejarah, sosio-budaya, ekonomi dan politik serta
pertahanan keamanan dalam mencapai cita-cita dan menjamin kepentingan
nasional. Wawasan kebangsaan menentukan cara bangsa menempatkan diri dalam
tata hubungan dengan sesama bangsa dan dalam pergaulan dengan bangsa
bangsa lain di dunia internasional.
3. Pengertian wawasan nusantara
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan
sikap bangsa Indonesia diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan
dan kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Pengertian wawasan nusantara berdasarkan
ketetapan majelis permusyawarahanrakyat tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN adalah
sebagai berikut: wawasannusantara yang merupakan wawasan nasional yang
bersumber pada Pancasila danberdasarkan UUD 1945 adalah cara pandang dan sikap
bangsa Indonesiamengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan
dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan
nasional.
Pengertian wawasan nusantara menurut prof.
Dr. Wan usman (Ketua Program S-2PKN – UI ) “wawasan nusantara adalah cara
pandang bangsa indonesia mengenaidiri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan
dengan semua aspek kehidupanyang beragam.”. Hal tersebut disampaikannya saat
lokakarya wawsan nusantaradan ketahanan nasional di Lemhanas pada Januari 2000.
Ia juga menjelaskanbahwa wawasan nusantara merupakan geopolitik indonesia.
Wawasan Nusantara mencakup :
1. Perwujudan
Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik, dalam arti :
a. Bahwa
kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu
kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup, dan kesatuan matra seluruh bangsa serta
menjadi modal dan milik bersama bangsa.
b. Bahwa
bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai
bahasa daerah serta memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat
dalam arti yang seluas-luasnya.
c. Bahwa
secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan,
sebangsa, dan setanah air, serta mempunyai tekad dalam mencapai cita-cita
bangsa.
d. Bahwa
Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan negara yang
melandasi, membimbing, dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.
e. Bahwa
kehidupan politik di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu kesatuan politik
yang diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
f. Bahwa
seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem hukum dalam arti
bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.
g. Bahwa
bangsa Indonesia yang hidup berdampingan dengan bangsa lain ikut menciptakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial melalui politik luar negeri bebas aktif serta diabdikan pada kepentingan
nasional.
2. Perwujudan
Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Ekonomi, dalam arti :
a. Bahwa
kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik
bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di
seluruh wilayah tanah air.
b. Tingkat
perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa
meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah dalam pengembangan kehidupan
ekonominya.
c. Kehidupan
perekonomian di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu kesatuan ekonomi yang
diselenggarakan sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan dan ditujukan bagi
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
3. Perwujudan
Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial dan Budaya, dalam arti :
a. Bahwa
masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan
kehidupan bangsa yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat
yang sama, merata dan seimbang, serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai
dengan tingkat kemajuan bangsa.
b. Bahwa
budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan corak ragam budaya yang
ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang menjadi modal dan landasan
pengembangan budaya bangsa seluruhnya, dengan tidak menolak nilai – nilai
budaya lain yang tidak bertentangan dengan nilai budaya bangsa, yang hasil-hasilnya
dapat dinikmati oleh bangsa.
4. Perwujudan
Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Pertahanan Keamanan, dalam arti :
a. Bahwa
ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakekatnya merupakan ancaman
terhadap seluruh bangsa dan negara.
b. Bahwa
tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam rangka
pembelaan negara dan bangsa.
4. Peran yang dapat dilakukan mahasiswa sebagai generasi
penerus bangsa dalam menanggulangi kondisi Negara yang diperlukan saat ini.
Dengan membanggakan bangsa ini. Karena
mahasiswa adalah generasi penerus bangsa, maka semua yang akan terjadi
selanjutnya adalah tanggung jawab kita. Oleh karena itu, jika di kemudian hari
kita menjadi orang yang berguna bagi rakyat, maka janganlah pernah kita
melakukan tindakan yang merugikan orang lain, seperti tindakan korupsi atau
berbuat curang demi kepentingan sendiri.
Dan jika di kemudian hari kita menjadi
seorang pemimpin maka jangan lah menyianyiakan kepercayaan orang lain terhadap
kita. Dengan kata lain mahasiswa memiliki peran kunci dalam kemajuan Negara
Indonesia ini, sehingga dapat di katakan majunya suatu Negara ditentukan dari
kualitas pemuda-pemudi Negara tersebut.
5. Pada akhir – akhir ini tindakan mahasiswa di lingkungan
kampus – kampus (demo, anarkis, perkelahian, judi, narkoba, dsb) tertentu cukup
memprihatinkan, yang dapat menggangu proses belajar mengajar. Tindakan yang
perlu untuk mengatasi hal – hal yang tidak semestinya yaitu:
Seharusnya ada ketegasan dari pihak kampus
untuk masalah pengawasan, boleh memang berdemo karena mengingat Negara kita
menganut sistim bebas mengeluarkan pendapat, akan tetapi demo yang dianjurkan
yaitu demo yang tertib, tidak mengganggu atau merugikan lingkungan sekitar
apalagi sampai ada yang terluka akibat sikap anarkis yang seringkali dilakukan
para mahasiswa. Peran dan ketegasan pemerintah soal ini seharusnya juga jangan
disepelekan. Segera lakukan pengarahan ke mahasiswa agar dapat mengeluarkan
pendapatnya dengan tertib dan semua pendapatnya terdengar oleh pemerintah.
Karena apabila tidak ditindaklanjuti masalah tersebut akan terjadi kembali
dan dapat merugikan lingkungan sekitar.
Sumber:
Tambahkan komentar